Posted on 12
Juni 2007 by albahar
Dari Ibnu Mas’ud ra bahawasanya Rasulullah SAW
bersabda:
Ajalku hampir tiba, dan akan pindah ke hadhrat Allah,
ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila’la.”
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan
baginda ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: Salah seorang ahli baitku.
Kami bertanya: Bagaimana nanti kami mengafani baginda
ya Rasulullah?
Kami bertanya: “Siapakah yang mensolatkan baginda di
antara kami?” Kami menangis dan Rasulullah SAW pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah
mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku,
maka letaklah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang
kuburku, kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama
mensholatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil
kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tenteranya. Kemudian
masuklah kalian dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang mula sholat adalah
kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian
kamu sekalian.”
Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad,
penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin
Rabah selesai mengumandangkan azannya, ia berdiri di depan pintu rumah
Rasulullah, kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?” Kemudian
ia berkata lagi “Assholah yarhamukallah.”
Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib
dan Abbas ra, sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju
ke masjid. Baginda sholat dua rakaat, setelah itu baginda melihat kepada orang
ramai dan bersabda: “Ya ma’aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam
pemeliharaan dan perlindungan Allah, sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas
kamu semua setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa
kepada Allah SWT, kerana aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini
adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada
di alam dunia ini.”
Malaikat Maut Datang Bertamu
Pada esoknya, yaitu Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya ia turun menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh kepada Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka ia dibolehkan masuk, namun jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, ia tidak boleh masuk, dan hendaklah ia kembali saja.
Pada esoknya, yaitu Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya ia turun menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh kepada Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka ia dibolehkan masuk, namun jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, ia tidak boleh masuk, dan hendaklah ia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah
Allah SWT. Ia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu
tempat kediaman Rasulullah SAW, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum
Wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Siti Fatimah pun keluar
menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Maafkanlah, ayahku sedang demam”,
kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali
menemani ayahnya,
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi:
“Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk?” Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara
Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah
itu wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki, sepertinya baru sekali
ini saya melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia,
wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW
menjelaskan sambil menatap wajah anaknya, seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang “Wahai Fatimah, dialah yang menghapuskan
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut.” Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah, Wahai
Malaikat Maut. Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan
‘Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah SAW pun menjawab: Waalaikassalam Ya
Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah
sekaligus mencabut nyawa. Jika anda izinkan akan saya lakukan, kalau tidak,
saya akan pulang.
Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana
engkau tinggalkan kecintaanku Jibril? “Saya tinggal dia di langit dunia” Jawab
Malaikat Maut.
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba
Jibril as datang kemudian duduk di samping Rasulullah SAW. Maka bersabdalah
Rasulullah SAW: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahawa ajalku telah
dekat? Jibril menjawab: Ya, Wahai kekasih Allah.”
Ketika Sakaratul Maut Tiba
Seterusnya Rasulullah SAW bersabda: “Beritahu kepadaku Wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Seterusnya Rasulullah SAW bersabda: “Beritahu kepadaku Wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur bagi
Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? Jibril
menjawab lagi: Bahawasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan
bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya
telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Rasulullah SAW bersabda lagi: “Segala puji dan syukur
untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang di sediakan Allah
untukku? Jibril menjawab: Aku memberikan berita gembira untuk anda wahai
kekasih Allah. Engkaulah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat
pada hari kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan
syukur, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi
tentang khabar yang menggembirakan aku?”
Jibril as bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa
sebenarnya yang ingin tuan tanyakan? Rasulullah SAW menjawab: “Tentang
kegelisahanku, apakah yang akan diperolehi oleh orang-orang yang membaca
Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berpuasa pada
bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang
berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa khabar gembira untuk
baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi
semua Nabi dan umat, sampai engkau (Muhammad) dan umatmu memasukinya terlebih
dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Sekarang, tenanglah
hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku” Lalu Malaikat Maut
pun berada dekat Rasulullah SAW.
Imam Ali kw, bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah
yang akan memandikan anda dan siapakah yang akan mengafaninya? Rasulullah
menjawab: Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu
Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari
dalam Syurga.
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa
Rasulullah. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai
Jibril, alangkah pedihnya maut.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Fatimah terpejam, Ali
yang disampingnya menunduk semakin dalam, Jibril as memalingkan mukanya. Lalu
Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang
mukaku? Jibril menjawab: Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat
muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?”
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku”
“peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali
kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii,ummatii, ummatiii” – “Umatku, umatku, umatku”
Fathimah Az-Zahra` a.s. di masa-masa terakhir
Kehidupan Rasulullah SAWW
Di akhir-akhir umurnya Rasulullah SAWW, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: “Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?” Ia hanya menjawab: “Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa”. Setelah Rasulullah SAWW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: “Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia”.
Di akhir-akhir umurnya Rasulullah SAWW, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: “Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?” Ia hanya menjawab: “Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa”. Setelah Rasulullah SAWW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: “Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia”.
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa alih wasalam. Betapa
cintanya Rasulullah kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar